Pernahkah kamu mendengar pepatah yang mengatakan, “Bandung adalah rumah bagi semua orang yang pernah ke sana?” Menurutku, itu tidak salah. Ini bukan tentang lokasi, ini tentang perasaan, seperti kalimat Pidi Baiq di dinding Jalan Asia Afrika. Tempat dimana hatimu berada. Sejak saat itu, kamu sudah masuk dalam definisi rumah dalam benakku.
Teduh matamu mengingatkanku pada pelukan yang diberikan ayahku sepulang kerja. Kadang-kadang, sarafku sulit untuk meniru tatapanmu, karena aku terhanyut dalam tatapan itu. Aku seperti anak kecil yang merengek minta dipeluk kembali. Tuturmu adalah kopi yang Ibu siapkan untuk Bapak sepulang kerja. Pahit, menusuk, dan menyiratkan kelelahan yang muncul setelah mengenakan mantel musim dingin. Senyummu adalah dentingan piring, asap nasi, potongan daging dalam sup buntut, dan suara mendesis tahu dan tempe goreng buatan ibuku, yang selalu kutunggu-tunggu setelah seminggu bekerja keras.
Kamu adalah rumah yang tak terduga, menyodorkanku ke posisi yang sama dengan ayah, ibu, saudara laki-laki, dan saudara perempuanku. Kehadiranmu diterima di sini. Kamu adalah titik di mana aku merasa memiliki segalanya.